Foto: Viktor Hurint
|
Masyarakat
desa Wailolong, kecamatan Ilemandiri memiliki rumah adat yang unik dan sangat
orginal. Kami menyebutnya dengan korke,
di mana setiap dua atau tiga tahun sekali mengalami renovasi atau rehab ulang. Bahan
yang dipakai pun berasal dari alam, mulai dari tiang kayu berkelas yang
menggambarkan keberadaan suku - suku yang mendiami desa Wailolong atau Badu
yaitu Daton, Hurint, Ritan, Waton dan Doren sampai pada atap berupa bahan dari
daun pohon tuak yang dibuat menjadi satu dengan nugi. Proses pembuatan nugi ini
membutuhkan keuletan dan kesabaran, di mana setiap suku wajib membuatnya dan
mempersembahkan di korke sehari sebelum korke
direhab. Tak terlupakan juga tiang - tiangnya.
Rumah
adat atau korke penting sebagai penanda eksistensi dari semua komunitas suku di
sebuah yang ada di desa Wailolong. Rumah adat atau dalam bahasa Lamaholot
disebut korkē berbentuk rumah
panggung tanpa dinding yang ditopang dengan lima buah tiang utama sebagai
gambaran suku. Rumah adat ini dibangun melalui proses panjang dengan
serangkaian ritual dimulai dari pemilihan bahan dan penebangan pohon sampai
rumah adat tersebut selesai dikerjakan.
Pengerjaan
bangunan rumah adat dilaksanakan pada siang hari dan di malam harinya
masyarakat menjaganya sambil menari dan bernyanyi, mengisahkan asal usul dan
berbagi kisah mitologi dengan sastra lisan oha. Kegiatan ini berlangsung terus
menerus sampai proses pengerjaan rumah adat selesai.
Korkē
biasanya didirikan di tengah-tengah kampung dan dikelilingi rumah-rumah adat
dari suku yang berperan dalam wilayah tersebut. Rumah adat korkē merupakan bangunan yang sangat penting dan sangat disakralkan
oleh masyarakat suku yang memilikinya.
Pada
malam terakhir setiap suku menyiapkan makanan lokal untuk memberi makan pada
pekerja sebagai ungkapan terima kasih dan bersyukur atas selesainya rumah adat
tersebut.
Di
zaman modern ini, banyak diantara kita lupa akan tradisi pembangunan korke atau
rumah adat ini, padahal pembuatan korke ini sebenarnya mempunyai makna atau
nilai yang sangat mendalam. Nilai yang sangat menonjol adalah nilai persatuan,
karena dalam proses pembuatan korke semua suku terlibat dan harus dengan hati
yang tulus dan damai.
Jika
terjadi kesalahan dalam tradisi maka proses pemasangan tiang dan atap tidak
akan berlangsung dengan baik bahkan sampai pada proses penyembelihan hewan
persembahan. Agar korke bisa berdiri
megah maka dibutuhkan ketulusan hati,kedamaian jiwa dan persatuan yang kuat.
(Teks: Valentinus Ballack Wathon)
Foto: Viktor Hurint
|